Senin, 25 Februari 2008

SEJARAH HMI

Berdirinya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) diprakasai oleh Lafran Pane, seorang mahasiswa STI (Sekolah Tinggi Islam), kini UII (Universitas Islam Indonesia) yang masih duduk ditingkat I yang ketika itu genap berusia 25 tahun. Tentang sosok Lafran Pane, dapat diceritakan secara garis besarnya antara lain bahwa Pemuda Lafran Pane lahir di Sipirok-Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Beliau adalah anak seorang Sutan Pangurabaan Pane –tokoh pergerakan nasional “serba komplit” dari Sipirok, Tapanuli Selatan-. Lafaran Pane adalah sosok yang tidak mengenal lelah dalam proses pencarian jati dirinya, dan secara kritis mencari kebenaran sejati. Lafran Pane kecil, remaja dan menjelang dewasa yang nakal, pemberontak, dan “bukan anak sekolah yang rajin” adalah identitas fundamental Lafran sebagai ciri paling menonjol dari Independensinya. Sebagai figur pencarai sejati, independensi Lafran terasah, terbentuk, dan sekaligus teruji, di lembaga-lembaga pendidikan yang tidak Ia lalui dengan “Normal” dan “lurus” itu (-Walau Pemuda Lafran Pane yang tumbuh dalam lingkungan nasionalis-muslim terpelajar pernah juga menganyam pendidikan di Pesantren Ibtidaiyah, Wusta dan sekolah Muhammadiyah-) ; pada hidup berpetualang di sepanjang jalanan kota Medan, terutama di kawasan Jalan Kesawan; pada kehidupan dengan tidur tidak menentu; pada kaki-kaki lima dan emper pertokoan; juga pada kehidupan yang Ia jalani dengan menjual karcis bioskop, menjual es lilin, dll.

Dari perjalanan hidup Lafran dapat diketahui bahwa struktur fundamental independensi diri Lafran terletak pada kesediaan dan keteguhan Dia untuk terus secara kritis mencari kebenaran sejati dengan tanpa lelah, dimana saja, kepada saja, dan kapan saja.

Adapun latar belakang pemikirannya dalam pendirian HMI adalah: "Melihat dan menyadari keadaan kehidupan mahasiswa yang beragama Islam pada waktu itu, yang pada umumnya belum memahami dan mengamalkan ajaran agamanya. Keadaan yang demikian adalah akibat dari sitem pendidikan dan kondisi masyarakat pada waktu itu. Karena itu perlu dibentuk organisasi untuk merubah keadaan tersebut. Organisasi mahasiswa ini harus mempunyai kemampuan untuk mengikuti alam pikiran mahasiswa yang selalu menginginkan inovasi atau pembaharuan dalam segala bidang, termasuk pemahaman dan penghayatan ajaran agamanya, yaitu agama Islam. Tujuan tersebut tidak akan terlaksana kalau NKRI tidak merdeka, rakyatnya melarat. Maka organisasi ini harus turut mempertahankan Negara Republik Indonesia kedalam dan keluar, serta ikut memperhatikan dan mengusahakan kemakmuran rakyat”

Namun demikian, secara keseluruhan Latar Belakang Munculnya Pemikiran dan Berdirinya HMI dapat dipaparkan secara garis besar karena faktor, sebagai berikut :

1. Penjajahan Belanda atas Indonesia dan Tuntutan Perang Kemerdekaan
+ Aspek Politik : Indonesia menjadi objek jajahan Belanda
+ Aspek Pemerintahan : Indonesia berada di bawah pemerintahan kerajaan Belanda
+ Aspek Hukum : hukum berlaku diskriminatif
+ Aspek pendidikan : poses pendidikan sangat dikendalikan oleh Belanda.
- Ordonansi guru
- Ordonansi sekolah liar
+ Aspek ekonomi : Bangsa Indonesia berada dalam kondisi ekonomi lemah
+ Aspek kebudayaan : masuk dan berkembangnya kebudayaan yang bertentangan dengan kepribadian Bangsa Indonesia
+ Aspek Hubungan keagamaan : Masuk dan berkembagnya Agama Kristen di Indonesia, dan Umat Islam mengalami kemunduran
2. Adanya Kesenjangan dan kejumudan umat dalam pengetahuan, pemahaman, dan pengamalan ajaran islam
3. Kebutuhan akan pemahaman dan penghayatan Keagamaan
4. Munculnya polarisasi politik
5. Berkembangnya fajam dan Ajaran komunis
6. Kedudukan perguruan tinggi dan dunia kemahasiswaan yang strategis
7. Kemajemukan Bangsa Indonesia
8. tuntutan Modernisasi dan tantangan masa depan


Peristiwa Bersejarah 5 Februari 1947

Setelah beberapa kali mengadakan pertemuan yang berakhir dengan kegagalan. Lafran Pane mengadakan rapat tanpa undangan, yaitu dengan mengadakan pertemuan secara mendadak yang mempergunakan jam kuliah Tafsir. Ketika itu hari Rabu tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H, bertepatan dengan 5 Februari 1947, disalah satu ruangan kuliah STI di Jalan Setiodiningratan (sekarang Panembahan Senopati), masuklah mahasiswa Lafran Pane yang dalam prakatanya dalam memimpin rapat antara lain mengatakan "Hari ini adalah pembentukan organisasi Mahasiswa Islam, karena persiapan yang diperlukan sudah beres. Yang mau menerima HMI sajalah yang diajak untuk mendirikan HMI, dan yang menentang biarlah terus menentang, toh tanpa mereka organisasi ini bisa berdiri dan berjalan"

Lafran Pane mendirikan HMI bersama 14 orang mahasiswa STI lannya, tanpa campur tangan pihak luar.


Pada awal pembentukkannya HMI bertujuan diantaranya antara lain:
1. Mempertahankan dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia.
2. Menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam.

Sementara tokoh-tokoh pemula / pendiri HMI antara lain :
v Lafran Pane (Yogya),
v Karnoto Zarkasyi (Ambarawa),
v Dahlan Husein (Palembang),
v Siti Zainah (istri Dahlan Husein-Palembang)
v Maisaroh Hilal (Cucu KH.A.Dahlan-Singapura),
v Soewali (Jember),
v Yusdi Ghozali (Juga pendiri PII-Semarang),
v Mansyur,
v M. Anwar (Malang),
v Hasan Basri (Surakarta),
v Marwan (Bengkulu),
v Zulkarnaen (Bengkulu),
v Tayeb Razak (Jakarta),
v Toha Mashudi (Malang),
v Bidron Hadi (Yogyakarta).

Faktor Pendukung Berdirinya HMI

1. Posisi dan arti kota Yogyakarta
- Yogyakarta sebagai Ibukota NKRI dan Kota Perjuangan
- Pusat Gerakan Islam
- Kota Universitas/ Kota Pelajar
- Pusat Kebudayaan
- Terletak di Central of Java
2. Kebutuhan Penghayatan dan Keagamaan Mahasiswa
3. Adanya tuntutan perang kemerdekaan bangsa Indonesia
4. Adanya STI (Sekolah Tinggi Islam), BPT (Balai Perguruan Tinggi)
5. Gajah Mada, STT (Sekolah Tinggi Teknik).
6. Adanya dukungan Presiden STI Prof. Abdul Kahar Muzakir
7. Ummat Islam Indonesia mayoritas

Faktor Penghambat Berdirinya HMI

Munculnya reaksi-reaksi dari :
Ø Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY)
Ø Gerakan Pemuda Islam (GPII)
Ø Pelajar Islam Indonesia (PII)


Fase-Fase Perkembangan HMI dalam Perjuangan Bangsa Indonesia

Fase Konsolidasi Spiritual (1946-1947)

Sudah diterangkan diatas


Fase Pengokohan (5 Februari 1947 - 30 November 1947)

Selama lebih kurang 9 (sembilan) bulan, reaksi-reaksi terhadap kelahiran HMI barulah berakhir. Masa sembilan bulan itu dipergunakan untuk menjawab berbagai reaksi dan tantangan yang datang silih berganti, yang kesemuanya itu semakin mengokohkan eksistensi HMI sehingga dapat berdiri tegak dan kokoh.


Fase Perjuangan Bersenjata (1947 - 1949)

Seiring dengan tujuan HMI yang digariskan sejak awal berdirinya, maka konsekuensinya dalam masa perang kemerdekaan, HMI terjun kegelanggang pertempuran melawan agresi yang dilakukan oleh Belanda, membantu Pemerintah, baik langsung memegang senjata bedil dan bambu runcing, sebagai staff, penerangan, penghubung. Untuk menghadapi pemberontakkan PKI di Madiun 18 September 1948, Ketua PPMI/ Wakil Ketua PB HMI Ahmad Tirtosudiro membentuk Corps Mahasiswa (CM), dengan Komandan Hartono dan wakil Komandan Ahmad Tirtosudiro, ikut membantu Pemerintah menumpas pemberontakkan PKI di Madiun, dengan mengerahkan anggota CM ke gunung-gunung, memperkuat aparat pemerintah. Sejak itulah dendam kesumat PKI terhadap HMI tertanam. Dendam disertai benci itu nampak sangat menonjol pada tahun \'64-\'65, disaat-saat menjelang meletusnya G30S/PKI.


Fase Pertumbuhan dan Perkembangan HMI (1950-1963)

Selama para kader HMI banyak yang terjun ke gelanggang pertempuran melawan pihak-pihak agresor, selama itu pula pembinaan organisasi terabaikan. Namun hal itu dilakukan secara sadar, karena itu semua untuk merealisir tujuan dari HMI sendiri, serta dwi tugasnya yakni tugas Agama dan tugas Bangsa. Maka dengan adanya penyerahan kedaulatan Rakyat tanggal 27 Desember 1949, mahasiswa yang berniat untuk melanjutkan kuliahnya bermunculan di Yogyakarta. Sejak tahun 1950 dilaksankanlah tugas-tugas konsolidasi internal organisasi. Disadari bahwa konsolidasi organisasi adalah masalah besar sepanjang masa. Bulan Juli 1951 PB HMI dipindahkan dari Yogyakarta ke Jakarta.


Fase Tantangan (1964 - 1965)

Dendam sejarah PKI kepada HMI merupakan sebuah tantangan tersendiri bagi HMI. Setelah agitasi-agitasinya berhasil membubarkan Masyumi dan GPII, PKI menganggap HMI adalah kekuatan ketiga ummat Islam. Begitu bersemangatnya PKI dan simpatisannya dalam membubarkan HMI, terlihat dalam segala aksi-aksinya, Mulai dari hasutan, fitnah, propaganda hingga aksi-aksi riil berupa penculikan, dsb.

Usaha-usaha yang gigih dari kaum komunis dalam membubarkan HMI ternyata tidak menjadi kenyataan, dan sejarahpun telah membeberkan dengan jelas siapa yang kontra revolusi, PKI dengan puncak aksi pada tanggal 30 September 1965 telah membuatnya sebagai salah satu organisasi terlarang.


Fase Kebangkitan HMI sebagai Pelopor Orde Baru (1966 - 1968)

HMI sebagai sumber insani bangsa turut mempelopori tegaknya Orde Baru untuk menghapuskan orde lama yang sarat dengan ketotaliterannya. Usaha-usaha itu tampak antara lain HMI melalui Wakil Ketua PB Mari\'ie Muhammad memprakasai Kesatuan Aksi Mahasiswa (KAMI) 25 Oktober 1965 yang bertugas antara lain : 1) Mengamankan Pancasila. 2) Memperkuat bantuan kepada ABRI dalam penumpasan Gestapu/ PKI sampai ke akar-akarnya. Masa aksi KAMI yang pertama berupa Rapat Umum dilaksanakan tanggal 3 Nopember 1965 di halaman Fakultas Kedokteran UI Salemba Jakarta, dimana barisan HMI menunjukan superioitasnya dengan massanya yang terbesar. Puncak aksi KAMI terjadi pada tanggal 10 Januari 1966 yang mengumandangkan tuntutan rakyat dalam bentuk Tritura yang terkenal itu. Tuntutan tersebut ternyata mendapat perlakuan yang represif dari aparat keamanan sehingga tidak sedikit dari pihak mahasiswa menjadi korban. Diantaranya antara lain : Arif rahman Hakim, Zubaidah di Jakarta, Aris Munandar, Margono yang gugur di Yogyakarta, Hasannudin di Banjarmasin, Muhammad Syarif al-Kadri di Makasar, kesemuanya merupakan pahlawan-pahlawan ampera yang berjuang tanpa pamrih dan semata-mata demi kemaslahatan ummat serta keselamatan bangsa serta negara. Akhirnya puncak tututan tersebut berbuah hasil yang diharap-harapkan dengan keluarnya Supersemar sebagai tonggak sejarah berdirinya Orde Baru.


Fase Pembangunan (1969 - 1970)

Setelah Orde Baru mantap, Pancasila dilaksanakan secara murni serta konsekuen (meski hal ini perlu kajian lagi secara mendalam), maka sejak tanggal 1 April 1969 dimulailah Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). HMI pun sesuai dengan 5 aspek pemikirannya turut pula memberikan sumbangan serta partisipasinya dalam era awal pembagunan. Bentuk-bentuk partisipasi HMI baik anggotanya maupun yang telah menjadi alumni meliputi diantaranya : 1) partisipasi dalam pembentukan suasana, situasi dan iklim yang memungkinkan dilaksanakannya pembangunan, 2) partisipasi dalam pemberian konsep-konsep dalam berbagai aspek pemikiran 3) partisipasi dalam bentuk pelaksana langsung dari pembangunan.


Fase Pergolakan dan Pembaharuan Pemikiran (1970 - sekarang )

Suatu ciri khas yang dibina oleh HMI, diantaranya adalah kebebasan berpikir dikalangan anggotanya, karena pada hakikatnya timbulnya pembaharuan karena adanya pemikiran yang bersifat dinamis dari masing-masing individu.

Disebutkan bahwa fase pergolakan pemikiran ini muncul pada tahun 1970, tetapi geja-gejalanya telah nampak pada tahun 1968. Namun klimaksnya memang terjadi pada tahun 1970 dimana secara relatif masalah-masalah intern organisasi yang rutin telah terselesaikan. Sementara dilain sisi persoalan ekstern muncul menghadang dengan segudang problema.